Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Please Deh, Jangan Jadikan “Mama/Papa Baru” Sebagai Bahan Gurauan!

Ilustrasi diambil dari freepik.com

Cie, yang mau dapat Mama baru, cie…

Beberapa waktu lalu, saat saya duduk-duduk santai di teras depan rumah, ada serombongan keluarga (besar) yang melintas. Sambil berjalan perlahan, mereka saling melemparkan lelucon, salah satunya kalimat yang saya sebutkan diatas, “cie, yang mau dapat Mama baru, cie…”

Sebagian besar dari rombongan tersebut tertawa sampai terkikik-kikik, beberapa bahkan menanggapi dengan kata “cie” yang lumayan riuh. Namun, ada dua orang yang ada di rombongan tersebut yang hanya diam. Terlihat awkward. Saya menduga dua anak remaja tersebut adalah “si target lelucon”. Anak yang sedang digoda akan memiliki mama baru.

Membuat Tidak Nyaman

Bagi sebagian orang, berkelakar terkait “mama baru” atau “papa baru” mungkin hanya gurauan. Sekadar lelucon untuk mencairkan suasana. Untuk menggoda si anak. Tak ada maksud lain. Tidak ada niat sama sekali untuk membuat si anak “terluka” dengan kelakar tersebut.

Namun bagi anak tersebut, terkadang itu menjadi “luka” baru. Terlebih bila orangtua mereka berpisah karena perceraian. Menerima kenyataan dua orang terkasih berpisah saja sudah sesak –apapun masalahnya, apalagi ini ditambah dengan gurauan-gurauan (menyudutkan) akan memiliki mama/papa baru.

Awkward. Saat diledek seperti itu, umumnya mereka bingung harus menanggapi seperti apa. Bila diam saja, ledekan terkait hal tersebut biasanya akan semakin menjadi. Semua orang sepertinya akan semakin solid untuk meledek. Bila ditanggapi, khawatir malah menjadi berlebihan dan justru memancing ledekan yang semakin heboh. Serba salah, kan?

Terlebih bila si anak belum rela bila sang ibu/ayah menikah lagi. Belum siap memiliki ayah atau ibu sambung. Sehingga, saat ada lelucon seperti itu, akan membuat si anak semakin terpuruk. Saat dibecandai akan memiliki ayah/ibu sambung, anak tersebut mungkin bisa menahan emosi dengan diam saja, atau mesem-mesem tidak jelas.

Namun setelah itu, kita tidak tahu apa yang akan ia lakukan.Mungkin anak tersebut akan menangis di pojokan kamar, ngambek ke sang ayah/ibu karena belum siap menerima ayah/ibu sambung, atau yang paling ditakutkan, melakukan sesuatu hal (konyol) yang akan merugikan anak tersebut.

Kalaupun sudah siap memiliki ayah/ibu sambung, terkadang ada beberapa anak yang tidak nyaman diledek seperti itu. Bukan sesuatu hal yang menyenangkan, saat di tepat umum diteriaki akan memiliki mama/papa baru –meski dengan nada becanda, dan dilakukan oleh sahabat dan kerabat dekat.

Jangan Dijadikan Sebagai Kelakar

Ingat tidak saat sekolah dulu, saat kita mengenakan pakaian atau sepatu baru, terus ada salah satu teman yang teriak, “cie, pakai sepatu baru, cie!” membuat suasana sekitar menjadi heboh dan kita tiba-tiba menjadi pusat perhatian. Apalagi bila beberapa teman sampai menginjak sepatu yang kita kenakan, sebagai tanda “perkenalan”.

Rasanya sungguh tidak nyaman kan? Itu yang diledek hanya sepatu. Barang. Nah, ini yang diledek calon orangtua baru. Calon ibu atau ayah. Rasanya pasti lebih tidak nyaman. Walaupun kita tahu pasti ledekan tersebut tidak bermaksud buruk. Hanya gurauan. Sekadar becandaan. Namun, tetap saja tidak etis.

Masih ada banyak becandaan lain yang lebih seru. Gurauan lain yang lebih lucu. Jangan mengolok-olok terkait ayah/ibu sambung. Sangat tidak etis. Coba hargai perasaan orang lain, baik si anak, si calon ayah/ibu sambung, maupun si orangtua dari anak yang diolok-olok tersebut. Kalaupun kita merasa anak tesebut hobi becanda, tidak baper, tetap saja tidak etis. Salam! (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *