Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Cerita Eneng Yeni, Jatuh Bangun Merintis Usaha Konveksi

Eneng Yeni Sugiarti (39) tak pernah menyangka bisa menjadi seorang pengusaha konveksi yang cukup sukses. Dulu ia belajar menjahit karena iseng. Sekadar ingin bisa membetulkan pakaian yang koyak. Namun, setelah 40 hari mengikuti pelatihan menjahit gratis dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kota Bogor, Jawa Barat, ia mulai bermimpi ingin menjadi pengusaha konveksi.

Bagaimana ia akhirnya bisa mewujudkan mimpinya? Apa saja hambatannya selama merintis usaha? Kuys, dibaca wawancaranya .

Bagaimana awalnya merintis usaha konveksi?

Hal tersebut berawal pada 2011 saat saya mengikuti kursus menjahit gratis dari Disnakertrans Kota Bogor. Saya mengikuti kursus selama 40 hari. Selama kursus diberikan materi yang cukup lengkap, teori maupun praktek, mulai dari membuat pola, memotong kain sampai akhirnya menjadi pakaian.

Eneng Yeni Sugiarti

Saat pertama kursus, saya sebenarnya hanya ingin bisa menjahit saja, sekadar membetulkan pakaian yang koyak, atau kalaupun membuat pakaian, membuat pakaian sederhana untuk dipakai sendiri. Namun, setelah bebeberapa hari kursus saya menjadi suka dengan dunia fashion.  Saya merasa ini adalah hobi yang harus saya jadikan sebagai sumber penghasilan.

Oleh karena itu, saat guru menjahit bertanya apa cita-cita peserta kursus usai mengikuti pelatihan tersebut, saya dengan mantap menjawab ingin menjadi pengusaha konveksi.

Apa yang dilakukan agar cita-cita tersebut terwujud?

Usai kursus saya mencari pengalaman dengan bekerja di beberapa garmen dan konveksi. Saya juga kerap berkunjung ke butik, modiste, hingga tailor. Saya belajar banyak hal secara otodidak, mulai dari teknik menjahit, menghitung biaya operasional, hingga mencari customer.

Suasana Yeni’s Style Konveksi

Saking semangatnya, saya bahkan sampai rela menginap di konveksi. Saya tidur di bawah kolong meja jahit. Beruntung suami mengizinkan dan selalu mendukung impian saya.  Beliau yang memotivasi agar saya jangan mudah menyerah.

Dulu sebelum tertarik di bidang konveksi, berprofesi sebagai apa?

Dulu saya bekerja sebagai guru di beberapa sekolah di Kota Bogor. Saya mengajar mulai dari SD, SMP, hingga SMK. Selain itu, saya juga membuka kursus dan les di rumah. Saya juga mengajar TPQ di pengajian sekitar rumah bersama teman-teman kuliah di STAI Al Hidayah. Saat itu ada sekitar 100 anak yang kami bimbing.

Suasana Yeni’s Style Konveksi

Nah, saat Mama saya tahu saya tertarik di bidang jahit menjahit, beliau marah dan menentang. Beliau meminta saya untuk kembali menjadi guru, atau mencoba peruntungan sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Awalnya saya mengabaikan Mama, apalagi suami juga sangat mendukung impian saya menjadi pengusaha konveksi. Namun, lama-lama lelah juga terus menerus ditentang. Saya akhirnya mengikuti keinginan Mama. Apalagi saya juga merasa pengalaman saya bekerja di garmen dan konveksi sudah cukup.

Saya akhirnya menjadi honorer di Dinas Pertamanan dan Tata Kota Kota Bogor. Namun, karena jauh dari pekerjaan impian saya, akhirnya berhenti. Saya hanya sanggup satu tahun bekerja di dinas tersebut.

Saya kemudian memilih membantu suami yang saat itu membuka bengkel kecil kecilan. Sambil menemani suami membuka bengkel, saya membuka jasa vermak pakaian. Kebetulan sebelumnya saya sudah meminta suami membelikan mesin jahit.

Alhamdulillah banyak yang suka dengan hasil vermak saya. Saking sukanya ada yang meminta saya untuk dibuatkan pakaian. Awalnya hanya satu-dua, lama-lama menjadi banyak. Apalagi setiap kali pesanan selesai dijahit, saya selalu mengunggahnya di media sosial. Bukan, bukan untuk promosi. Saat itu tujuannya hanya untuk meluapkan rasa bahagia karena ada yang sudah percaya pada saya untuk dibuatkan pakaian.

Pesanan dari salah satu sekolah.

Namun ternyata postingan yang sekadar iseng tersebut mengundang lebih banyak pelanggan.Tak hanya pelanggan pribadi, tetapi juga pelanggan dari yayasan dan instansi.  Jahitan saya tersebut bahkan sampai dikirim ke Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam, dan Hongkong.

Pesanan jahitan yang semakin banyak membuat saya tidak sanggup mengerjakan sendiri. Saya akhirnya mempekerjakan asisten. Apalagi melihat pesanan yang mulai banyak, Mama saya juga mulai melunak. Beliau mengizinkan saya menekuni usaha konveksi.

Memulai konveksi tahun berapa? Dengan berapa karyawan?

Memulai usaha jahit, yang vermak pakaian itu, tahun 2014. Setelah semakin banyak menerima pesanan, tahun 2015 saya memberanikan diri membuka konveksi. Yeni’s Style Konveksi. Tepatnya satu bulan sebelum Ramadan. Saya membuka konveksi di rumah Mama di Cipaku, Kota Bogor. Saat itu ada 10 orang karyawan yang membantu, enam orang penjahit, dan empat orang bagian finishing.

Pesanan pakaian yang sudah selesai dijahit.

Namun, karena kerepotan menyediakan makanan dan minuman untuk para karyawan, saya kemudian menambah satu orang karyawan untuk bagian dapur.

Apa saja hambatan dan tantangan selama membuka usaha konveksi? Bagaimana cara mengatasinya?

Setiap usaha pasti ada hambatan dan tantangannya, begitu juga dengan usaha konveksi yang saya rintis. Tantangannya, mulai dari hasil jahitan yang dihargai murah hingga pesanan tidak diambil. Padahal nominalnya tidak sedikit, mulai dari sekitar Rp5 juta hingga Rp32 juta.

Gara-gara hal tersebut, pernah saat Idulfitri beberapa tahun lalu saya tidak pegang uang sepeserpun karena uang yang ada hanya cukup untuk membayar karyawan. Saya memilih menggunakan uang tersebut untuk membayar karyawan karena tidak mau mereka merasakan kesulitan yang sedang saya alami.

Pakaian siap kirim.

Setelah membayar semua hak karyawan, saat itu saya memutuskan untuk istirahat sejenak dari dunia jahit-menjahit. Semua karyawan dirumahkan. Namun, Allah Maha Baik. Beberapa bulan setelah Idulfitri, saya ditawari untuk bekerjasama oleh salah satu brand yang cukup ternama.

Akhirnya saya memberanikan diri merintis usaha konveksi lagi dengan karyawan empat orang. Tak disangka brand tersebut semakin besar.  Hal tersebut juga tentu berimbas baik dengan usaha konveksi saya. Perlahan usaha konveksi mulai bangkit, hingga saya bisa mempekerjakan 53 karyawan.

Tempat usaha pun tak bisa lagi di rumah orangtua karena membutuhkan tempat yang lebih besar. Saya kemudian pindah ke Cigombong, Kabupaten Bogor, kemudian pindah lagi ke Cipanas, Kabupaten Cianjur, hingga sekarang.

Saya pun kemudian berani meluncurkan brand sendiri dengan nama, “Kazmy Cloth Id”. Merk pakaian muslim untuk anak-anak dan orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Saat ini sudah dipasarkan ke seluruh Indonesia dengan menggandeng banyak re-seller.

Pernah tidak mengalami hal yang paling sulit? Bagaimana cara mengatasinya?

Pengalaman sulit pasti selalu ada, salah satunya salah merekrut karyawan, salah mengambil orderan, salah prediksi kesulitan orderan dan lain-lain.  Namun, yang tersulit adalah saat saya divonis mengidap kanker.

Keluarga yang menguatkan.

Itu adalah masa tersulit saya. Apalagi konveksi yang saya rintis juga sedang dipuncak bisnis. Saat itu pikiran saya kacau. Saya terpuruk, kehilangan semangat hidup dan ingin melepaskan semua yang sudah saya genggam.

Hampir dua minggu saya terus menerus menangis dan tidak mau mengurus konveksi sampai banyak kekacauan. Namun alhamdulillah, saya dikelilingi orang baik. Suami, anak-anak, orang tua dan adik memberikan semangat dan menghibur saya,

Saya akhirnya kembali tegar dan menjalankan usaha konveksi sambil berobat kanker. Seminggu sekali saya ke RSUD Kota Bogor, menjalankan kemoterapi. Saya sampai botak kehilangan rambut. Selama berobat saya pasrah dengan ketentuan Allah. Namun, alhamdulillah setelah pasrah saya justru membaik. Operasi lancar, dan sekarang saya jadi penyintas kanker.

Apakah terimbas pandemi Covid-19?

Tentu. Tahun 2020 lalu, sulit sekali mendapat orderan jahit. Bahkan saat Ramadan yang biasanya berlipat-lipat. Saking sulitnya saya terpaksa harus mengurangi karyawan agar usaha ini tetap bisa berjalan. Dari puluhan karyawan, hanya tersisa empat orang.

Meluncurkan brand sendiri.

Tahun ini mulai membaik. Ramadan tahun ini saya menerima orderan 4.000 sampai dengan 5.000 potong pesanan per minggu. Karyawan yang bekerja juga sudah bertambah menjadi 35 orang.

Satu hal yang sangat saya sukuri, saya tidak tergiur meminjam uang dari bank untuk mengembangkan usaha. Padahal hampir setiap hari ditawari pinjaman mulai dari Rp100 juta hingga Rp500 juta. Jadi, walaupun tahun lalu sulit menerima orderan usaha tetap berjalan karena tidak memiliki cicilan utang.

Saya memilih membeli mesin secara mencicil satu persatu, menyisihkan dari keuntungan yang didapat. Saat ini saya suda memiliki 40, mulai dari mesin jahit standar garmen sampai alat sablon.

Apa yang paling menyenangkan dari bisnis konveksi ini?

Bisa menjalankan bisnis sesuai hobby dan bekerja di rumah tanpa meninggalkan kewajiban sebagai istri dan orangtua. Selain itu, bisa membuka lapangan pekerjaan untuk orang yang membutuhkan walaupun hanya dalam skala kecil sampai menengah.

Apa tips untuk orang yang mau memulai bisnis konveksi?

Pertama, cintai dulu pekerjaan ini. Jangan setengah hati, focus. Jika ada kendala jangan mudah patah semangat.

Kedua, wajib memahami semua hal yang terkait dengan dunia konveksi. Tidak cukup hanya modal materi. Matangkan ilmunya dulu, terutama teknik menjahit. Pemilik konveksi sebaiknya lebih jago menjahit dari si karyawan sehingga bisa memberi masukan agar kualitas jahitan tetap terjaga.

Ketiga,kenali target pasar yang akan kita tuju, istilah kerennya belajar ilmu manajemen pemasaran.

Keempat, karena konveksi itu adalah menjual jasa maka harus bisa menjaga amanah, kualitas dan kecepatan sehingga konsumen akan terikat dengan sendirinya karena merasa puas dengan kualitas jasa yang kita berikan.

Kelima,jaga dan jadikan karyawan kita sebagai keluarga.

Target ke depannya seperti apa?

Mimpi dan target saya kedepannya adalah menjadikan konveksi yang saya rintis menjadi garmen atau minimal konveksi semi garmen. Doakan semoga target dan mimpi saya bisa tercapai, sehingga bisa memperluas lapangan pekerjaan. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *