Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Ini Beberapa Akal-akalan Penjual Agar Dagangan Cepat Laku

Ilustrasi diambil dari freepik.com/pentimetr melalui kompas.com

Saya mengalami kejadian ini beberapa kali di beberapa penjual yang sama. Jadi kepikiran untuk menuliskannya di blog ini. Tujuan menuliskan ini bukan untuk memojokan penjual tersebut, hanya berbagi pengalaman.

Memaksa Membeli

Dulu saya suka berbelanja kebutuhan dapur di salah satu warung sembako yang lumayan dekat dari rumah. Warungnya lumayan lengkap. Harga yang ditawarkan juga beda-beda tipis dengan harga di pasar tradisional atau supermarket besar.

Namun sayangnya, setelah saya jadi pelanggan, pemilik warungnya mulai bertingkah. Setiap kali saya berbelanja, semua barang yang sekiranya saya akan tertarik membeli ia tawarkan. Setelah itu, tanpa persetujuan saya beberapa produk kadang langsung ia masukan ke kantung belanjaan sambil bilang, “ini untuk camilan anak-anak. Enak lho, baru datang.”

Kadang kalau lagi butuh barang tersebut, serasa diingatkan. Akhirnya membeli. Namun, saat sedang tidak butuh barang itu, kesal juga sih ditawar-tawari seperti itu. Apalagi setelah ditolak tetap saja ditawarkan. Hingga kita segan untuk menolak dan akhirnya dengan terpaksa membayar barang itu.

Efek dari hal tersebut, perlahan saya mengurangi frekuensi berbelanja di warung itu. Sampai akhirnya benar-benar tidak pernah berbelanja lagi di sana, kecuali benar-benar terdesak. Saya beralih ke warung lain atau ke pasar tradisional/supermarket. Apalagi kalau di Batam, Kepulauan Riau, jarak supermarket dan pasar tradisional cukup dekat dari pemukiman.

Lama-lama pemilik warung sepertinya sadar kalau saya sangat tidak nyaman ditawar-tawari seperti itu, sekarang kalau saya berbelanja ke sana tidak ditawar-tawari lagi. Ia hanya mengambilkan barang sesuai yang saya minta. Entah sudah sadar, entah karena saya sudah bukan pelanggan lagi hehe.

Mengganti Uang Kembalian dengan Sayuran

Mungkin si penjual sayur di salah satu pasar tradisional ini terinspirasi dari uang kembalian yang diganti dengan permen, tetap karena ia tidak menjual permen akhirnya uang kembalian ia ganti dengan tomat, mentimun, atau jenis sayur lain.

Saya pernah beberapa kali mengalami ini di penjual yang sama. Pertama kali mengalami saat sisa uang kembalian hanya Rp2.000. Penjual bilang, tidak ada uang kembalian jadi diganti dengan tomat saja satu biji. Waktu itu saya setuju-setuju saja.

Beberapa waktu kemudian saya berbelanja lagi di tempat tersebut. Kali ini saya membayar dengan pecahan uang yang lumayan besar, sehingga kembaliannya masih lumayan banyak. Eh, ternyata si penjualnya tetap menjalankan trik seperti itu lho.

Bedanya, ia memberi kembalian uang, tetapi jumlahnya dikurangi dari seharusnya. Biasanya pengurangan uangnya dibawah Rp5.000.

Lama-lama malas juga sih seperti itu, walaupun uangnya sebenarnya tidak seberapa.

Masalahnya, kadang kita pun sudah membeli sayuran itu dari penjual lain. Dan, kalau tidak dikurangi, seharusnya uang kembalian genap dengan lembaran uang puluhan ribu, karena dikurangi jadi “receh”, ribuan. Mau menolak juga tidak enak.

Digenapkan

Ada juga penjual yang menawarkan agar belanjaan kita digenapkan ke kilogram yang lebih tinggi. Padahal sebenarnya lebih dekat digenapkan ke kilogram yang lebih rendah, sesuai permintaan kita sebelumnya.

Saya pernah membeli udang ½ kilogram. Harganya waktu itu hanya Rp30.000 per 500 gram. Udangnya kecil-kecil dan terlihat sudah tidak segar.

Saat ditimbang penjualnya bilang, udang yang saya pilih lebih dari 500 gram. Jadi lebih baik digenapkan saja menjadi satu kilo.

Kalau udangnya terlihat masih segar dan besar-besar, saya mau saja digenapkan menjadi satu kilo. Ini karena udangnya sudah terlihat tidak segar, kecil-kecil lagi –ribet mengupasnya– saya menolak. Saya kukuh hanya membeli 500 gram.

Eh, setelah saya menolak, ia hanya mengambil dua atau tiga biji dari udang yang saya pilih.

Duh, untung saya tidak manut-manut saja.

Dulu saya pernah juga soalnya kejadian seperti itu. Saya setuju, ternyata penjual itu mengambil tambahannya banyak banget.

Terkadang memang ada penjual yang menyimpan timbangannya tidak menghadap ke pembeli. Jadi, kita tidak tahu berat barang yang sudah kita pilih, sisihkan, dan akan kita beli. Sepenuhnya hanya percaya kepada si penjual.

Ah, ini hanya segelintir penjual saja. Di luar sana ada jauh lebih banyak penjual yang baik. Sekarang pun mungkin mereka sudah tidak seperti ini lagi. Kalau pun masih seperti ini, tinggal cari penjual lain kalau memang membuat kita tidak nyaman hehe.

Kalau teman-teman apa pengalaman unik saat berbelanja? Yuk, berbagi di kolom komentar. Salam! (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *