Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Lelang SPAM, Ini 6 Saran untuk BP Batam

SPAM Batam. IPA Mukakuning. | Dokumentasi ATB

Jadwal lelang untuk pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Pulau Batam, Kepulauan Riau, mundur. BP Batam selaku regulator SPAM di Pulau Batam, saat ini masih menyiapkan skema yang tepat untuk konsesi pengelolaan penyediaan air minum 25 tahun mendatang.

Alhasil, kontrak pengelolaan SPAM dengan PT Moya Indonesia selama masa transisi diperpanjang hingga tiga bulan ke depan. Seharusnya kontrak tersebut berakhir Mei 2021 ini. Namun, karena belum terpilih operator baru untuk mengelola SPAM di Pulau Batam, diperpanjang hingga Agustus 2021 mendatang.

FYI, konsesi yang sedang dipersiapkan oleh BP Batam ini merupakan konsesi kedua di bidang SPAM yang akan dijalankan dengan pihak swasta. Sebelumnya, instansi pemerintah tersebut sudah pernah melakukan kerjasama dengan PT Adhya Tirta Batam (ATB) selama 25 tahun. Dari Nopember 1995 hingga Nopember 2020 lalu.

Masa konsesi pengelolaan air perpipaan yang sedang dipersiapkan ini masih belum ditetapkan dengan pasti. Ada yang berpendapat 25 tahun terlalu lama, ada baiknya waktu kerjasama dipersingkat. Ada yang mengusulkan 20 tahun, ada juga yang menyarankan hanya 15 tahun.

Meski begitu, 20 tahun maupun 15 tahun waktunya tetap sangat panjang. Memang harus dipersiapkan dengan matang agar kerjasama berjalan dengan baik. Pelayanan air perpipaan kepada pelanggan di Pulau Batam juga bisa berjalan tanpa kendala. Lelang mundur sedikit dari jadwal tidak masalah. Daripada dilakukan terburu-buru, tetapi nanti malah salah pilih.

Ganti Operator, Jangan Lantas Berganti Nama

Menurut saya, salah satu hal yang harus dicantumkan dalam perjanjian kerja sama antara BP Batam dengan pengelola SPAM yang baru kelak adalah nama perusahaan untuk SPAM. Jangan sampai, setiap berganti operator SPAM di Pulau Batam, berganti pula namanya. Menyesuaikan dengan nama perusahaan induk si pengelola.

Saat ini, BP Batam dan PT Moya Indonesia menggunakan nama SPAM Batam. Mungkin nama ini bisa tetap dipertahankan meski nanti pengelola baru untuk SPAM Batam bukan lagi PT Moya Indonesia. Tidak juga berganti ke ATB lagi meski mungkin nanti ATB kembali terpilih menjadi pengelola yang baru usai masa transisi ini.

Perusahaan air minum yang mengelola air perpipaan di suatu kota/kabupaten di Indonesia umumnya bergabung di Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI). Dulu ATB menjadi anggota PERPAMSI. Entah sekarang bagaimana? Apakah SPAM Batam secara otomatis menggantikan ATB? Atau malah ATB masih terdaftar sebagai anggota PERPAMSI meski sekarang mereka sudah tidak lagi mengelola air di Pulau Batam?

Bila nama perusahaan air minum tidak berubah-ubah seiring dengan perubahan perusahaan pengelola, perusahaan yang baru bisa langsung melanjutkan keanggotaan tersebut. Toh keanggotaan di PERPAMSI kan berdasarkan perusahaan air minum yang mengelola suatu wilayah, bukan siapa yang mengelola perusahaan air minum tersebut.

Media Sosial dan Teknologi  Harus Diwariskan

Tidak hanya nama, media sosial dan website SPAM Batam juga sebaiknya tidak berganti-ganti akun seiring dengan bergantinya pengelola. Jadi saat pengelola SPAM Batam berganti, website dan media sosial diwariskan ke pengelola yang baru.

Tidak semua pelanggan selalu mendapatkan informasi terbaru. Bisa jadi saat ada pergantian pengelola air perpipaan pelanggan tidak tahu, sehingga masih menyampaikan saran dan keluhan melalui media sosial sebelumnya.

Menurut saya, peran media sosial saat ini cukup krusial. Meski tidak sepenuhnya bisa menggantikan kantor pelayanan, tetapi setidaknya bisa mempermudah pelanggan menyampaikan keluhan atau mendapatkan informasi.

Tak hanya media sosial, beragam teknologi yang dikembangkan untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan, sebaiknya juga diwariskan kepada pengelola baru. Jadi pengelola baru tinggal melanjutkan, tidak lagi membangun dari awal. Perkara nanti pengelola baru memiliki teknologi yang lebih baik, itu lain hal.

Apalagi bila biaya untuk mengembangkan teknologi tersebut juga diambil dari keuntungan mengelola SPAM Batam, karyawannya juga digaji dari anggaran SPAM Batam. Kecuali, mereka memang mengembangkan sendiri tanpa ada kontribusi apapun dari SPAM Batam. Pakai dana dari perusahaan induk misalnya. Atau keuntungan yang sudah disisihkan yang memang murni menjadi bagian mereka.

Memiliki Kantor (Pusat) Sendiri

Hal krusial lain yang sebaiknya dicantumkan dalam poin kerjasama adalah kantor (pusat) yang dimiliki sendiri. Jangan lagi deh kantor pusat sewa seperti operator sebelumnya. Apalagi “ngontrak” di geduk milik si perusahaan induk yang mengelola perusahaan air perpipaan di Pulau Batam.

Kantornya mungkin tidak harus langsung bagus dan besar. Namun, setidaknya ada dan milik sendiri. Pelan-pelan, selama masa konsesi, bisa secara bertahap diperbesar dan diperbagus sesuai kebutuhan. Agar tidak terlalu memberatkan operator baru, BP Batam mungkin bisa mengalokasikan lahan untuk kantor tersebut. Jadi mereka tinggal membangun bangunannya saja.

Ingat lho air bersih itu kebutuhan krusial yang akan selalu dibutuhkan manusia untuk bertahan hidup. Jadi, secara logika pengelola SPAM di Batam akan terus ada. Hanya saja mungkin pengelolanya yang akan berganti. Entah itu kembali dikelola oleh swasta, atau suatu hari nanti dikelola sendiri oleh pemerintah.

Jadi sudah seharusnya SPAM Batam memiliki gedung pusat sendiri. Jadi nanti saat ada pergantian pengelola, hanya pengelola saja yang keluar dari gedung tersebut. Pengelola yang baru tinggal melanjutkan mengisi gedung itu beserta isinya. Bukan, ganti pengelola SPAM, sibuk cari kontrakan baru. Alhasil butuh waktu dan tenaga lagi untuk menyiapkan semuanya.

Analogi pengelola SPAM yang baru itu seharusnya seperti orang yang resign, keluar dari pekerjaan. Dia yang keluar dari kantor, tanpa membawa komputer dan meja kerjanya. Hanya membawa diri saja dan barang-barang pribadi. Setelah itu pengelola baru yang menggantikan tinggal melanjutkan pekerjaan orang yang resign tersebut dengan fasilitas lama yang sudah tersedia.

Saat ini di setiap Instalasi Pengolahan Air (IPA) BP Batam memang sudah memiliki gedung sendiri. Hanya saja menurut saya, gedung-gedung tersebut kurang representatif. Lokasinya lumayan jauh dari jalan utama. Selain itu, selain di IPA Mukakuning, kantor-kantor tersebut tidak terlalu besar.

Apalagi untuk konsesi ke depan BP Batam rencananya akan memisahkan antara kerjasama di bagian hulu dan hilir. Jadi ada operator swasta sendiri yang akan mengelola bagian hulu, yakni waduk/dam dan IPA, dan ada operator swasta sendiri untuk mengelola bagian hilir, yakni pendistribusian air bersih dari IPA ke pelanggan, penanganan kebocoran, dan layanan pelanggan.

Nah, gedung-gedung di sekitar IPA sudah pasti lebih cocok untuk operator baru yang mengelola bagian hulu. Untuk operator yang mengelola bagian hilir sebaiknya memiliki gedung baru milik sendiri. Setidaknya untuk kantor pusat. Kantor utama dan kantor pelayanan pusat.

Kalau untuk kantor pelayanan cabang, tidak masalah menyewa seperti saat ini. Toh sifatnya juga sementara. Kantor pelayanan pembantu hanya untuk membantu mengikis jarak dengan pelanggan. Mempermudah pelanggan mendapatkan pelayanan. Bila ke depan tempatnya dinilai kurang representatif, atau tidak lagi diperlukan, tinggal ditutup atau dipindahkan.

Hindari Potensi Saling Tunjuk Kesalahan

Ada dua operator swasta berbeda yang mengelola SPAM Batam, tentu ada potensi konflik tersendiri. Saat ada gangguan suplai air, air yang didistribusikan kepada pelanggan keruh, berbusa, berbau, atau tidak sesuai standar, jangan sampai alih-alih mengatasi permasalahan tersebut, pengelola bagian hulu dan hilir malah saling menyalahkan.

Oleh karena itu BP Batam harus secara jelas membuat batasan dan tanggung jawab antara pengelola bagian hulu dan hilir. Apalagi ini nanti swasta dengan swasta lho, kedudukannya sama. Hanya sebagai operator. Bukan lagi seperti ATB dengan BP Batam dulu. Swasta dan instansi pemerintah. Operator dengan regulator.

Membenahi Daerah yang Belum Terlayani Secara Optimal

ATB dulu pernah mengklaim, kontinyuitas suplai air rata-rata per hari adalah 23,7 jam. Itu berarti bila di rata-rata mereka hanya mati air sekitar lima jam per hari. Bila dikalkulasikan secara hari totalnya sedikit sih. Selama sebulan hanya mati air selama enam hari delapan jam. Namun, bagi yang mengalami lumayan juga lho. Apalagi bila mati airnya di jam-jam biasa kita mengerjakan pekerjaan rumah.

Rasanya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, kesal, dongkol. Apalagi bila tidak sempat menampung air. Makin deh geram. Terlebih bila matinya bukan karena ada perbaikan, kebocoran atau hal lain yang memang krusial. Mati begitu saja secara tiba-tiba dan setiap hari.

Dulu sewaktu masih di kelola ATB, saya sering juga kena penggiliran mati air. Biasanya pukul 20.00 air mulai mati, nyala lagi pukul 05.00. Nyaris setiap malam seperti itu. Mau gosok gigi dan cuci muka sebelum tidur tidak ada air. Sekarang setelah dikelola PT Moya Indonesia mati airnya tidak setiap malam. Namun, pagi pun suka mati air. Jam 09.00 mati, nyala lagi sore pukul 15.00.

Usai lebaran sedikit membaik, setidaknya tidak setiap malam dan tidak setiap hari. Seminggu paling dua kali “kambuh” seperti itu. Namun, saat Ramadan 2021 lalu, setiap malam dan setiap pagi mati air. Jadi nyala air di rumah hanya dari pukul 15.00 sampai dengan 20.00. Nyala lagi pukul 03.00 sampai pukul 08.00. Saking kesalnya, saya sampai membuat status di facebook, mati air sudah seperti nama rumah makan padang, siang-malam hehe.

Sebenarnya mati air wajar. Sebab, pasti ada saja perbaikan/pemeliharaan yang harus dilakukan oleh pengelola SPAM yang berdampak kepada suplai air. Namun, bila terjadi setiap hari, dengan durasi yang cukup lama. Tidak lagi wajar. Harus ada upaya untuk memperbaiki hal tersebut.

Ingat lho, tidak semua pelanggan memungkinkan untuk memiliki penampungan air. Apalagi dalam jumlah banyak. Sebaiknya, memang sistem distribusi air bersihnya dibenahi. Sehingga, kalaupun mati air sifatnya insidensial, bukan rutin dengan jadwal yang sama setiap hari.

Jadi sebelum memutuskan operator pengelola SPAM yang baru, BP Batam sebaiknya sudah memiliki daftar daerah-daerah yang suplai airnya belum optimal. Permasalahannya di sana seperti apa. Jangan sampai permasalahan tersebut hanya diatasi dengan buka-tutup katup/valve.

Sebaiknya disusuri akar masalahnya, sehingga suplai air ke setiap pelanggan bisa optimal. Bila memang pipa di perumahan pelanggan bermasalah, terlalu kecil, tidak lagi representatif karena pertambahan jumlah pelanggan yang cukup signifikan, diganti. Bila memang arealnya terlalu tinggi sehingga air tidak bisa mengalir secara optimal ke daerah sana, diakali dengan teknologi. Atau bangun tanki air di sekitar daerah tersebut. Sehingga air bisa tetap optimal.

BP Batam harus memastikan pengelola SPAM baru yang terpilih kelak, mau berkomitmen memperbaiki suplai air yang belum optimal. Diperinci juga tahapannya seperti apa, deadline teratasinya kapan.

CSR Hanya untuk Menjaga Ketahanan Air Bersih

Sumber daya air di Batam sangat terbatas. Sumber air baku di Pulau Batam hanya mengandalkan air hujan yang di tampung di waduk/dam. Oleh karena itu, sebaiknya untuk pengelola SPAM Batam ke depan, BP Batam mewajibkan CSR hanya dikeluarkan untuk menjaga sumber daya air di Batam.

Tidak perlu lah membuat acara futsal, beasiswa, atau sapi kurban seperti yang dilakukan oleh pengelola air perpipaan sebelumnya. Bukan, bukan, kegiatan tersebut kurang bermanfaat. Hanya saja, menjaga sumber daya air di Pulau Batam lebih krusial dibanding kegiatan-kegiatan tersebut.

Biarlah perusahaan lain yang melakukan kegiatan di bidang itu. Untuk pengelola SPAM sebaiknya lebih mengutamakan CSR di bidang lingkungan. Menjaga dam, menjaga ketahanan air bersih di Batam. Toh, hasilnya untuk masyarakat Batam juga. Apalagi air merupakan elemen paling penting untuk kehidupan.

Sudah sangat panjang tulisannya. Sekian. Salam! (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *