Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Seorang Ibu dan Balada Sekolah Daring

Gambar diambil dari kompas.com

Fakta Baru, Ibu Bunuh Anak karena Susah Diajari Belajar Online

Saya langsung terperanjat saat membaca berita tersebut di laman kompas.com, dua hari lalu. Maklum saya juga seorang ibu yang setiap hari menemani si kecil belajar daring dari rumah. Seorang ibu yang juga kerap tersulut emosi saat mengajari anak belajar jarak jauh. Terlebih anak saya juga bukan tipikal anak SD yang sekali diminta belajar langsung nurut.

Jangan Salahkan Sang Ibu

Menganiaya anak, terlebih hingga meninggal, tentu salah besar. Meski demikian jangan sepenuhnya menyalahkan sang ibu. Terkadang ada ibu yang sudah menurunkan standar, sudah menerima kekurangan si anak, tetapi dari pihak guru terus-menerus menekan agar anak memperoleh hasil maksimal.

Memang ada banyak guru yang sabar. Bisa menerima kelebihan dan kekurangan sang murid. Namun, ada juga segelintir guru yang kerap memaksa agar siswa memenuhi standar yang sudah ia tetapkan. Bila belum memenuhi standar yang ditetapkan, guru tersebut memberikan teguran secara daring.

Satu-dua kali, kita sebagai orang tua mungkin bisa cuek. Namun, bila terus ditegur setiap kali pertemuan, kepikiran juga. Apalagi bila ada kata-kata, “bila terus menerus seperti ini, nanti bisa-bisa pas ujian tidak diluluskan.” Hadeeh! Auto bikin orang tua drop. Ujung-ujungnya memaksa anak untuk lebih keras lagi berlatih.

Padahal, semua tugas anak yang sudah dikumpulkan kepada guru secara daring, otomatis sudah dinilai maksimal oleh orang tua. Sudah hasil terbaik yang dilakukan si anak. Walaupun terkadang mungkin tugas tersebut masih ada yang salah, keliru, atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan guru.

Guru tinggal membuat tingkatan penilaian. Salahnya tinggal diberi tahu kepada siswa atau orang tua. Diberi motivasi. Bukan malah mengeluarkan kata yang memojokan. Ingat lho, setiap orang itu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mungkin ada siswa yang kuat di ilmu eksakta, tetapi lemah di ilmu bahasa. Atau mahir di ilmu alam, tetapi kurang di ilmu sosial.

Orang tua yang mendampingi anak belajar jarak jauh juga demikian. Ada yang ahli di satu mata pelajaran, tetapi lemah di pelajaran yang lain. Alhasil bila anak dan orang tua tidak begitu menguasai pelajaran tersebut, hasil belajar menjadi tidak maksimal. Terlebih bila guru pelajaran tersebut juga kurang optimal menjelaskan hingga siswa benar-benar paham dan bisa.

Apalagi meski sekarang sudah zaman internet, segala sesuatu bisa digoogling, tidak serta merta keterampilan tersebut bisa dicomot begitu saja dari artikel atau video yang dibagikan melalui internet. Tetap harus ada pemahaman. Bila sekadar mengisi jawaban berupa uraian maupun pilihan ganda mungkin bisa, tetapi bila bentuknya keterampilan, seperti membaca Al-Quran sedikit sulit. Berkali-kali meniru pelafalan melalui youtube, mendengarkan murottal berulang-ulang, tetap saja terkadang ada salah ucap.

Buat Soal Latihan untuk Mengukur Kemampuan Siswa

Buat soal latihan yang tujuannya untuk mengukur kemampuan siswa. Terkadang ada guru yang sengaja membuat soal sangat sulit. Entah tujuannya untuk apa. Padahal tujuan ujian/ulangan/kuis adalah untuk mengukur kemampuan siswa. Sejauh mana siswa tersebut paham dengan materi yang sudah dijelaskan.

Bila siswa tersebut mampu mendapat nilai sempurna, berarti ia sudah paham. Sebaliknya, bila terlalu banyak yang salah berarti masih belum begitu paham. Harus dievaluasi apa yang menyebabkan hal tersebut. Apa penjelasan guru yang kurang optimal? Orang tua yang kurang mendukung? Atau memang siswa tersebut lemah di mata pelajaran tersebut?

Nanti mungkin harus dicari jalan keluar terbaik, baik bagi guru, maupun bagi siswa tersebut. Guru tetap harus terlibat, jangan terima asal bersih dari orang tua. Khawatirnya, ujung-ujungnya terjadi peristiwa seperti yang diberitakan di atas. Orang tua terlampau khawatir, siswa terlalu sulit mengerti, ujung-ujungnya malah terjadi penganiyaan yang tidak diharapkan.

Jangan Menetapkan Tenggat Waktu yang Terlalu Mepet

Saat memberikan tugas, sebaiknya guru memberikan waktu minimal 1×24 jam untuk mengerjakan tugas tersebut. Jangan terlalu mepet. Terlebih kondisi setiap anak dan orang tua berbeda. Ada orang tua yang sepanjang waktu di rumah sehingga lebih leluasa mendampingi anak belajar, ada yang harus bekerja di luar rumah.

Terkadang tenggat waktu yang terlalu pendek membuat orang tua rentan stress, ujung-ujungnya berdampak pada anak. Padahal terkadang anak tidak bisa dipaksa belajar begitu saja. Terlebih bila setiap hari ada lebih dari satu mata pelajaran, dengan tugas yang cukup menyita waktu.

Bila tugas dipaksa harus selesai dalam waktu singkat, terkadang mau tidak mau orang tua harus sangat tegas. Saat anak enggan mengerjakan tugas karena sudah terlalu letih, terkadang ada intonasi suara yang lebih meninggi beberapa oktaf, ada bola mata yang membesar beberapa senti. Sebab, tak ada orang tua yang ingin anaknya tertinggal pelajaran. Setiap orang tua pasti ingin yang terbaik bagi si buah hati, termasuk dalam hal pendidikan.

Sekolah untuk Belajar

Satu hal yang harus ditekankan, sekolah tujuannya adalah untuk belajar. Namanya belajar, tentu tujuannya untuk memperlajari sesuatu yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak bisa menjadi bisa. Selama anak mau belajar, seharusnya ia dikategorikan sukses bersekolah.

Perkara nanti anak tersebut bisa atau tidak, terampil atau tidak, mahir atau tidak, itu lain hal.

Jangan sampai karena dituntut untuk cepat paham, lekas bisa, cepat mahir anak jadi trauma untuk belajar.

Ah, semoga bisa menjadi ibu yang lebih sabar. Semoga tidak ada lagi ibu-ibu yang gelap mata. Aamiin! (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *