Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Saat Anak Harus Imunisasi di Masa Pandemi

Gambar diambil dari dream.co.id

Pertengahan Maret 2020 lalu, saya dan suami sempat galau. Anak kedua kami yang saat itu masih berusia 18 bulan harus imunisasi difteri, pertusis, dan tetanus (DPT), Haemophilus influenzae type b (HIB), dan polio. Satu bulan sebelumnya, dokter spesialis anak yang biasa kami kunjungi sudah mewanti-wanti agar datang tepat waktu. Selama si anak sehat.

Namun pasalnya, pada awal Maret 2020, pandemi Covid-19 semakin merebak di Indonesia. Anak-anak sekolah diliburkan dan diminta belajar dari rumah. Perusahaan dan instansi juga mulai menerapkan kerja dari rumah. Waktu itu saya dan suami berpikir, anak-anak sekolah dan pekerja saja diminta diam di rumah, masa kami malah harus ke rumah sakit untuk imunisasi?

Terlebih salah satu imunisasi yang akan dilakukan adalah DPT. Satu tahun lalu, usai melakukan imunisasi DPT, anak saya yang kedua ini sempat panas tinggi mencapai 40 derajat celcius. Kami sampai harus membawa ke IGD salah satu rumah sakit umum dekat rumah. Demam anak bungsu saya ini turun-naik. Usai diberi obat suhu badan turun, setelah efek obat hilang, suhu badan panas kembali. Ini berlangsung lebih dari satu hari.

Hal yang membuat khawatir, demam terjadi dua hari usai imunisasi. Tidak terjadi malamnya atau keeseokan harinya. Alhasil saat itu kami sangat was-was, khawatir si kecil demam karena hal lain, bukan efek imunisasi. Meski setelah diperiksa dokter yang berjaga, ternyata memang efek imunisasi. Setelah diberi obat, esok harinya langsung normal kembali suhu badannya.

Itu makanya, saat harus kembali imunisasi DPT ditengah pandemi, saya dan suami sempat maju-mundur. Khawatir tiba-tiba si buah hati kembali panas tinggi usai imunisasi. Khawatir juga saat panas tinggi nanti, terus dibawa ke rumah sakit untuk mendapat penanganan yang tepat, malah dicurigai terkena Covid-19. Tok, tok, tok!

Saat waktu imunisasi tiba, saya dan suami sempat memutuskan untuk tidak melakukan imunisasi. Meski demikian hati saya rasanya tidak tenang. Akhirnya saya membuka instagram Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Beruntung, pada salah satu postingan di instagram tersebut, IDAI menganjurkan agar anak-anak yang harus imunisasi dasar, tetap mendapatkan imunisasi.

Setelah membaca postingan tersebut kami menelepon RSIA Frisdhy Angel Kota Batam, Kepulauan Riau, rumah sakit yang biasa kami kunjungi saat si kecil melakukan imunisasi. Staf rumah sakit yang menerima telepon mengatakan, jadwal imunisasi di rumah sakit tersebut tetap berlangsung seperti biasa. Imunisasi tetap dilakukan di tengah pandemi.

Akhirnya kami melakukan imunisasi meski terlambat dua minggu dari jadwal. Imunisasi yang seharusnya dilakukan pertengahan Maret 2020, baru kami lakukan awal April 2020. Tadinya kami sempat mengulur-ngulur waktu karena berharap pandemi Covid-19 ini akan berakhir dalam waktu singkat. Namun ternyata, hingga kini tak juga berakhir.

Protokol Kesehatan Lebih Ketat

Saat sampai di pintu depan rumah sakit, sudah ada security yang berjaga. Sebelum masuk, petugas keamanan tersebut meminta kami untuk mebasuh tangan terlebih dahulu dengan hand sanitizer yang sudah disediakan. Setelah itu, dilakukan pengukuran suhu badan dengan termometer tembak.

Pakai masker, jaga jarak. | Dokumentasi Pribadi

Saat masuk ke dalam rumah sakit, sudah ada beberapa pasang orang tua yang membawa anak-anak mereka. Mereka duduk berjauhan dengan pengunjung lain. Kebetulan saat saya berkunjung, pengunjung rumah sakit jauh lebih sedikit dari kunjungan sebelum Covid-19 merebak.

Terlebih rumah sakit yang kami kunjungi adalah rumah sakit ibu dan anak, bukan rumah sakit umum. Pengunjung rumah sakit ini umumnya adalah pasien yang melahirkan, kontrol kehamilan, kontrol pasca melahirkan, imunisasi anak, dan pengobatan untuk anak-anak yang sedang sakit.

Dokter anak yang biasa kami kunjungi di rumah sakit ini sebenarnya juga berpraktek di dua rumah sakit umum di Kota Batam. Dulu saat awal-awal melakukan imunisasi, saya dan suami sempat mengutarakan untuk melakukan imunisasi di rumah sakit umum tempat dokter anak itu berpraktek.

Pasalnya, saya dan suami sempat kesulitan menyesuaikan jadwal imunisasi yang harus dilakukan. Jadwal imunisasi dokter anak langganan di rumah sakit ibu dan anak itu hanya ada empat hari. Semua dilakukan pada jam kerja. Tidak ada jadwal pada akhir pekan, tidak ada juga jadwal pada malam hari.

Namun, dokter anak itu mengatakan, lebih baik kami tetap melakukan imunisasi di rumah sakit ibu dan anak itu, karena relatif lebih aman untuk anak-anak. Pasien di rumah sakit tersebut relatif tidak ada yang mengidap penyakit menular berbahaya. Sehingga, anak-anak tidak khawatir terpapar penyakit menular berbahaya.

Imunisasi Lancar dan Tidak Demam

Hal yang saya takutkan ternyata tidak terjadi. Usai mendapat imunisasi DPT kedua, anak saya sama sekali tidak demam. Entah memang diberi vaksin yang anti demam karena saya berkali-kali bilang ke dokternya sempat ragu-ragu membawa anak imunisasi karena takut demam seperti usai imunisasi DPT sebelumnya, atau karena usai imunisasi saya melakukan beberapa antisipasi.

Balita susah dipakaikan masker, beruntung saya melakukan vaksinasi di RSIA dengan suasana relatif lebih lengang. | Dokumentai Pribadi

Usai melakukan imunisasi, saya mengajak anak saya bermain. Tidak saya tidurkan di kasur seperti biasanya usai melakukan imunisasi. Tujuannya agar anak saya lebih banyak bergerak. Keringat keluar, ia juga lebih cepat tidur. Selain itu, saya juga memberi anak saya lebih banyak buah, cepat-cepat menyuapi anak saya dengan makanan berat empat kuadran. Tujuannya setelah perut kenyang, puas bermain, ia bisa beristirahat dengan lebih baik. Sehingga, demam tidak sempat hadir.

Saya bersyukur, tetap memaksakan diri melakukan imunisasi untuk si kecil di tengah pandemi walaupun terlambat dua minggu dari jadwal seharusnya. Ternyata, imunisasi tetap harus dilakukan. Dokter anak yang biasa saya kunjungi bilang, mau sampai kapan menunggu pandemi berakhir? Terlebih tujuan imunisasi juga baik, untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak. FYI, bila kondisi anak kurang fit, imunisasi bisa ditunda dua minggu hingga satu bulan dari jadwal, tergantung jenis imunisasi yang dilakukan. Salam ! (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *