Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Saat Saya Akhirnya Memutuskan Berhijab

Dokumentasi Pribadi

Saat kecil saya sebenarnya sudah terbiasa berhijab. Nenek saya yang membiasakan hal tersebut. Waktu bocah, saya memang lebih sering menghabiskan waktu bersama nenek dibanding dengan ibu. Setiap kali keluar rumah, kepala saya ditutup kerudung. Terebih sejak usia tiga tahun, saya sudah mulai sekolah di salah satu Madrasah Ibtidaiyah (MI) dekat rumah.

MI tersebut sebenarnya setara dengan sekolah dasar. Namun kami dulu sekolah di madrasah tersebut hanya sebagai tambahan. Kami tetap sekolah di sekolah dasar. Pagi sekolah di SD, siang di MI. Sekolah di madrasah tersebut lebih condong ke belajar agama, belajar fiqih, Bahasa Arab, tafisr, dll.

Saya juga awalnya sekolah di sana hanya ikut-ikutan. Teman main saya yang umumnya jauh lebih besar sudah sekolah duluan. Saya pun ikut-ikutan ingin sekolah. Namun mau dimasukan ke TK, belum ada TK waktu itu di sekitar rumah, dimasukan ke SD usia masih terlalu belia.

Saat kecil dulu, foto dari ijazah MI. | Dokumentasi Pribadi

Akhirnya sekolah-sekolahan di madrasah ibtidaiyah. Meski begitu, tetap lulus dan dapat ijazah. Sayangnya, usai lulus dari Madrasah Ibtidaiyah, kebiasaan mengenakan jilbab perlahan mulai saya tinggalkan.

Saat kecil itu, sebenarnya saya tidak terus-terusan mengenakan hijab. Saat sekolah di SD, saya tidak mengenakan jilbab. Namun siang hari saat sekolah di MI saya mengenakan hijab. Kemudian malam sehabis magrib, kembali mengenakan hijab karena ikut pengajian di salah satu masjid dekat rumah.

Pas main dekat rumah juga tidak mengenakan hijab. Namun, saat pergi ke suatu tempat yang lumayan jauh dari rumah, entah itu berkunjung ke rumah kerabat, ke pasar, atau sekadar jalan-jalan, biasanya nenek saya membiasakan saya mengenakan hijab. Dulu sudah ada juga hijab yang sudah jadi buat anak-anak, bahannya dari kaos.

Sempat Tak Terbayang Kembali Mengenakan Hijab

Saat lulus MI itu saya masih kelas tiga SD. Sejak itu, semakin jarang pula saya mengenakan hijab. Paling mengenakan hijab saat mengaji, belajar membaca Al-Quran. Itu pun hanya kerudungan panjang yang tidak menutup seluruh kepala dan leher. Sejak lulus MI, otomatis saat siang hari –pulang sekolah dari SD, saya lebih banyak main.

Saat SMP dan SMA, pada hari-hari tertentu saya kembali mengenakan jilbab. Itu pun karena diwajibkan dari sekolah. Biasanya saat ada pelajaran Agama Islam, atau setiap hari Jumat, atau saat pesantren kilat di Bulan Ramadan.

Namun saya tidak terpikir untuk kembali mengenakan hijab seperti waktu kecil dulu. Tidak terbayang saja. Apalagi dulu saat saya SD dan SMP belum banyak yang mengenakan hijab. Kalau pun mengenakan hijab, saat foto untuk STTB tetap harus dibuka hijabnya karena katanya foto di ijazah harus kelihatan kuping.

Masih belum syari. Masih suka pakai jeans, paling kalau antar-jemput anak diusahakan mengenakan rok panjang atau gamis. | Dokumentasi Pribadi

Saat SMA, dulu ada teman saya yang rada memaksa agar saya mengenakan jilbab. Namun, justru waktu itu saya semakin antipati untuk mengenakan hijab. Saya dulu agak sakit hati pas dia bilang, “terus kapan kamu mau pakai jilbab? Pas sudah nenek-nenek?” Waktu itu saya berpikir, ngapain dia ngurusin saya, urus saja diri sendiri hehe. Padahal sebenarnya itu mungkin salah satu bentuk kepedulian dia sebagai sesama muslim.

Semakin besar saya semakin tidak terbayang mengenakan jilbab. Apalagi setiap kali mengenakan jilbab, saya terlihat lebih tua. Jilbab yang saya kenakan juga sering mencong-mencong. Pas dikenakan bagus dan rapi, lima menit kemudian sudah terlihat tidak karuan. Membuat penampilan nggak banget.

Bahkan saat saya bermimpi agak serem terkait surga dan neraka juga saya belum tergerak untuk mengenakan hijab. Saat kuliah saya pernah bermimpi, dunia kiamat, saya (dan manusia lain) kemudian meninggal. Saat itu, dalam mimpi entah bagaimana saya sudah sampai surga. Namun, saya ketok-ketok pun pintunya, surga itu tidak terbuka juga.

Lalu saya bertanya pada diri sendiri, apa ya yang membuat saya tidak bisa masuk surga. Entah mengapa, dalam mimpi itu lalu kepikiran mungkin karena saya tidak mengenakan jilbab. Akhirnya saya memangis, meraung-raung. Menyesal karena tidak mengenakan jilbab. Terus saya berjanji akan mengenakan jilbab setelah itu. Terus tiba-tiba saya terbangun. Esoknya, lusanya, saya tetap belum mengenakan jilbab.

Akhirnya Berjilbab Juga

Setelah lebih dari satu dasawarsa sejak mimpi itu, saya akhirnya berjilbab juga. Alasannya, karena saya sayang sama mendiang ibu saya. Mama saya meninggal pertengahan 2010 lalu. Setelah tiga tahun kepergian mama, dan saya gagal move on, saya akhirnya memutuskan berhijab.

Saya ingat salah satu hadist. Jika manusia meninggal, maka akan putus amalannya, kecuali sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang salih. Saya berpikir, kalau saya tidak berjilbab saya khawatir tidak termasuk anak yang salih. Padahal setelah berhijab pun, sepertinya tak juga salih hehe. Terus, saya kepikiran, mama saya dapat tambahan amalan dari mana? Padahal anaknya hanya saya seorang.

Akhirnya tahun 2013 saya berhijab. Tidak ada persiapan khusus saat saya memutuskan berhijab. Namun waktu itu saya sengaja memilih hari Jumat untuk pertama kali berhijab. Alasannya biar teman-teman kantor heboh saya berhijab hari Jumat aja. Sabtu-Minggu libur, Senin mereka sudah biasa saja.

Namun, justru saya berhijab hari Jumat, pas Senin saya berjilbab lagi ada beberapa yang nanya, lho berjilbab selamanya ya, kirain hari Jumat aja. Beberapa teman yang belum siap memang ada yang waktu itu hanya berjilbab di hari Jumat saja. Bertahap, sampai akhirnya siap dan tidak buka-tutup lagi.

Meski sudah berhijab hampir tujuh tahun, hijab saya masih jauh dari kata syari. Saya masih kerap mengenakan jilbab yang dililit-lilit, masih suka pakai celana jeans. Biasanya hanya mengenakan rok atau baju-baju gamis saat menjemput anak saya saja yang sekolah di salah satu sekolah dasar Islam terpadu. Mudah-mudahan ke depan bisa lebih baik lagi. Bisa lebih syari.

World Hijab Day

Enak tidak mengenakan hijab? Ribet? Untungnya saya tinggal di Indonesia, saya juga mengenakan hijab saat hijab sedang menjadi trend. Kala sudah banyak figur publik yang beramai-ramai hijrah mengenakan jilbab. Alhasil, jadi lebih mudah. Kerudung juga waktu itu bisa nyari yang sudah jadi –dengan berbagai model. Sehingga, tinggal pakai. Tidak ribet.

Setelah beberapa tahun mengenakan jilbab, saya kemudian justru lebih nyaman mengenakan yang kerudung dari kain panjang atau segi empat. Lebih leluasa dibentuk sesuai keinginan. Terlebih dulu ada penjual jilbab langganan yang gape mengutak-atik jilbab. Dia suka mencontohkan, bagusnya jilbab yang ini, dibentuk seperti ini, yang itu dibentuk seperti ono. Sayang si penjual itu sekarang sudah “pensiun”. Dia nikah dan pindah domisili.

Yup, kita memang beruntung tinggal di Indonesia karena lebih leluasa mengenakan pakaian apapun. Selama sopan dan sesuai dengan kesusilaan. Hubungan antar umat beragama sangat baik. Jarang kejadian diperlakukan tidak baik hanya karena pakaian yang menyiratkan agama tertentu.

Beberapa teman muslim mungkin ada yang tidak senyaman kita kala mengenakan hijab. Itu makanya ada perayaan World Hijab Day, yang diperingati setiap 1 Februari. Konon, berdasarkan beberapa referensi, World Hijab Day ini digagas oleh salah satu muslimah yang tinggal di New York, Amerika Serikat, Nazma Khan.

Nazma yang merupakan imigran asal Bangladesh, kerap mendapatkan perundungan karena mengenakan hijab. Saat masih bersekolah, ia kerap dikatai “Ninja” atau “Batman” oleh teman-teman sekolahnya. Perundungan tersebut semakin menjadi saat terjadi peristiwa 11 September, kala menara kembar WTC New York diserang teroris. Kala itu, Nazma yang sudah duduk di bangku kuliah kerap dikatai teroris.

Akibat hal tersebut, Nazma lalu memiliki ide untuk mengajak para perempuan, muslim ataupun bukan, untuk merasakan mengenakan jilbab selama satu hari. Tujuannya agar perundungan terhadap muslim yang mengenakan jilbab tidak berkelanjutan, agar toleransi beragama juga semakin baik. Tak disangka gagasan tersebut disambut baik. Kini World Hijab Day diperkirakan dirayakan di 190 negara. Selamat Hari Hijab Dunia! Salam! (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *