Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Tiga Pasar Tradisional Favorit di Batam

Pasar Tradisional Cahaya Garden. | Cucum Suminar

Sejak tinggal di Batam, Kepulauan Riau, saya jadi hobi berbelanja ke pasar tradisional. Mungkin karena efek tidak ada tukang sayur keliling. Adanya tukang sayur yang berjualan di warung atau kios di dekat rumah. Itu pun aneka sayur dan lauk baru lengkap sekitar pukul 07.00, dan sudah habis sebelum pukul 09.00.

Bila berbelanja di warung sayur setelah pukul 07.00 dan sebelum pukul 09.00, penuhnya minta ampun. Saingan dengan para ibu-ibu yang lain. Terkadang rebutan agar belanjaan kita lebih dulu dihitung si penjual. Alhasil, saya lebih memilih berbelanja ke pasar. Apalagi ada lumayan banyak pasar tradisional yang dekat dari rumah.

Pasar tradisional di Batam memang lumayan banyak. Hampir di setiap areal perumahan ada pasar tradisional. Baru-baru ini Batam bahkan baru meluncurkan Pasar Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di areal Batamcentre. Pasar tersebut dibentuk untuk membantu pemerintah (daerah) mengontrol harga bahan pokok.

Namun, dari sekian banyak pasar tradisional yang ada di Batam, ada tiga pasar tradisional favorit yang sering saya kunjungi. Mengapa favorit? Dekat dari rumah. Ketiga pasar tersebut dapat ditempuh dengan menggunakan sepeda motor sekitar lima menit dengan kecepatan sedang.

Pasar Bengkong Harapan

Ini pasar yang paling dekat dari rumah. Ini juga pasar tradisional yang paling sering saya kunjungi. Bukan apa-apa, meski bentuknya seperti pasar kaget, pasar tradisional ini cukup lengkap menawarkan aneka produk.

Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Tidak hanya sayuran, bumbu dapur,  daging dan ikan, tetapi juga aneka jilbab, pakaian,seragam sekolah, buku, hingga remote control untuk teve. Saat remote teve di rumah rusak karena sering dibanting-banting bocah, beli remote di pasar ini. Betul, remotenya bisa digunakan hingga sekarang.


Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Beberapa kios di pasar ini bahkan menawarkan barang-barang bekas branded, mulai dari pakaian, sepatu, tas, aksesories, hingga mainan anak. Menariknya beberapa barang yang dijual masih berlabel, alias baru. Lumayan kan, bisa beli barang bagus, bermerk, (terkadang) baru dengan harga super duper miring.

Salah satu kios barang bekas di Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Beberapa waktu lalu, saya pernah melihat sepatu Onitsuka terpajang di salah satu kios barang bekas ini. Masih terlihat bagus meski ada sedikit retakan di areal tumit bagian atas karena pemakaian. Saat saya iseng tanya berapa harga sepatu tersebut, si penjaga bilang Rp100.000. Saya langsung mupeng, apalagi sepatu tersebut sepertinya lumayan pas di kaki saya.


Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Namun waktu itu saya ragu-ragu. Jujur, saya tipikal orang yang  takut mengenakan barang bekas yang tidak tahu siapa dulu pemakaiannya. Akhirnya, meski harga sepatu tersebut kurang dari 10 persen dari harga sepatu asli yang baru, saya tidak jadi membeli.


Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Beberapa hari kemudian saya masih kepikiran dengan sepatu tersebut. Kapan lagi beli sepatu bermerk dengan harga terjangkau. Akhirnya saya balik lagi ke kios tersebut. Namun memang tidak rezeki, sepatu yang saya taksir itu sudah tidak ada di tempat. Pas saya tanya ke si penjaga kios, mbaknya bilang, kalau naksir langsung beli saja, karena biasanya barang-barang yang dijual di kios tersebut cepat berpindah tangan, aka laku, katanya.


Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Dulu saya juga suka berbelanja jilbab di pasar tradisional ini. Jilbab yang dijual bagus-bagus. Apalagi ada salah satu penjual yang rajin ngasih tutorial. Jadi, kalau kita naksir salah satu jilbab, nanti si penjual akan ngasih tahu jilbab tersebut bagusnya dibentuk seperti apa. Tadinya tidak mau beli pun, jadi ingin beli.


Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Si penjual tersebut salah satu mahasiswa di perguruan tinggi swasta di Batam. Ia sebenarnya tidak berjilbab. Namun entah mengapa, ia sangat jago membentuk kain-kain tersebut di kepala. Namun sayang, setelah ia lulus kuliah dan menikah, ia tak lagi berjualan di pasar tersebut.


Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Pasar ini sudah buka sejak pukul 06.00 dan tutup sebelum dzuhur. Beberapa penjual ada juga yang membuka lapak hingga sore. Namun, umumnya penjual berjualan hanya hingga siang menjelang.


Pasar Tradisional Bengkong Harapan. | Cucum Suminar

Berbelanja di pasar ini lumayan seru. Apalagi juga ada kios yang menjual pakaian bayi yang kualitasnya tak kalah dengan mall. Namun, kurangnyamannya pasar ini lumayan becek. Berbukit. Kalau berbelanja sambil menggendong bayi, lumayan ngos-ngosan. Apalagi kalau datang pas hari Minggu, saat pengunjung sedang ramai-ramainya.

Pasar Cahaya Garden

Saya paling suka berbelanja aneka ikan dan seafood di pasar ini. Ikan, udang, dan sotong yang dijual di pasar ini sangat segar dan variatif. Bahkan terlihat lebih segar dibanding di pasar yang lain. Namun berbelanja di pasar ini harus lebih pagi. Saya pernah datang pukul 10.30, sudah banyak penjual yang tutup. Ikan dan seafood yang dijual beberapa penjual juga sudah habis.

Pasar Cahaya Garden. | Cucum Suminar

Paling ideal datang ke pasar ini sekitar pukul 06.00. Ikan, seafood, dan sayuran yang ditawarkan masih sangat segar dan banyak, sehingga kita lebih leluasa memilih. Pengunjung juga belum terlalu ramai. FYI, pasar ini sudah buka sejak pukul 05.00. Ini pasar yang lumayan besar, meski kalau untuk penjual sayur dan daging ayam/sapi lebih banyak dan variatif di Pasar Bengkong Harapan.


Pasar Tradisional Cahaya Garden. | Cucum Suminar

Enaknya, Pasar Cahaya Garden di keramik dan bersih. Kita juga tidak terlalu letih harus berjalan antar penjual yang satu ke penjual yang lain. Jarak antar penjual sangat berdekatan. Bahkan beberapa, tidak terlihat batas antara si penjual yang satu dengan penjual yang lain, saking dekatnya.


Pasar Tradisional Cahaya Garden. | Cucum Suminar

Namun, penjual yang terpusat hanya sayur, daging, ikan dan aneka kebutuhan dapur lainnya. Untuk barang-barang rumah tangga lain, seperti pakaian, ember, perlengkapan makan, dijual di ruko- di bagian luar pasar, terpisah dari penjual sayuran, ikan dan daging. Ada juga sih yang berjualan di areal yang sama, tapi hanya satu dua.

Banyak kopitiam buat jajan di Pasar Tradisional Cahaya Garden. | Cucum Suminar

Hal yang paling saya suka di Pasar Cahaya Garden adalah banyak penjual makanan jadi. Banyak kopitiam yang menawarkan aneka jajanan dan makanan untuk pengganjal perut yang sedang lapar. Di bagian depan pasar saja ada tiga kopitiam besar, belum lagi yang bagunannya menyatu dengan pasar. Benar-benar surga buat yang hobi jajan hehe.

Pasar Angkasa

Sama seperti Pasar Cahaya Garden. Pasar Angkasa Bengkong juga bersih. Lantai di keramik putih. Sehingga alas kaki kita tidak khawatir kotor terkena genangan air berwarna coklat, atau bahkan terkena lumpur. Kios penjual juga sangat berdekatan. Bedanya dengan cahaya garden, penjual sayur lebih banyak dibanding dengan penjual ikan atau daging.

Bila di Pasar Cahaya Garden bagian tengah dikhususkan untuk penjual ikan dan seafood, di Pasar Angkasa, bagian tengah pasar justru didominasi oleh penjual sayuran dan aneka bumbu dapur. Mungkin efek penjual sayuran lebih banyak.

Plusnya dari pasar ini, sudah siang pun masih banyak penjual yang menjual ikan, sayur dan daging dengan lengkap. Saya sering berbelanja ke pasar ini di atas pukul 13.00. Biasanya bila tidak sempat berbelanja ke Pasar Bengkong Harapan. Saya agak jarang berbelanja ke pasar ini karena jaraknya paling jauh dibanding dua pasar yang saya sebutkan sebelumnya.

Umumnya Ikan dan Sayur Dijual dengan Harga Pas

Ikan, sayur, dan aneka bumbu dapur yang dijual di pasar tradisional Kota Batam umumnya dijual dengan harga pas. Saya jadi ingat kejadian sembilan tahun lalu, saat awal menetap di Batam. Berjam-jam berkeliling di pasar tradisional, tidak ada satu pun ikan dan sayur yang saya tenteng untuk dibawa pulang.

Gara-garanya, tidak ada satu pun penjual di pasar tradisional tersebut yang “meluluskan” harga sesuai keinginan saya. Setiap kali akan membeli, saya memang selalu menawar. Setiap kali saya menawar, si penjual akan bilang, sudah harga pas. Beberapa penjual ada yang mengurangi harga, tetapi hanya Rp1.000 sampai Rp2.000 per kilogram barang yang akan saya beli.

Kecewa karena pengurangan harga yang diberikan tidak signifikan, akhirnya saya pulang dengan tangan kosong. Belakangan saya baru tahu dari tetangga, kalau aneka sayur, ikan, daging dan bumbu dapur yang dijual di pasar tradisional di Batam memang sudah harga pas. Hehe jadi merasa bersalah.

Maklum kalau di Bogor, Jawa Barat, harga-harga ikan/daging/sayuran/bumbu dapur yang dijual di pasar tradisional biasanya masih bisa ditawar dengan harga yang lumayan signifikan selisihnya. Ternyata beda tempat, beda kebiasaan. Salam. (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *