Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Anak Demam? Tetap Waspada! Namun, Jangan Panik

Gambar diambil dari hellosehat.com

Ini sih karena mau pintar.

Mungkin mau tumbuh gigi.

Efek imunisasi kali.

Acap kali saya mendengar kalimat tersebut diucapkan beberapa orang saat suhu badan bayi meningkat jauh diatas suhu badan normal.Terlebih bila si bayi masih terlihat lincah bermain, aktif menyusu dan lahap mengudap makanan pendamping ASI bila sudah berusia lebih dari enam bulan. Selain itu, tidak menunjukan gejala sakit, seperti batuk atau pilek.

Saya pernah beberapa kali mengalami kejadian seperti itu. Anak tiba-tiba demam, padahal tidak ada gejala flu. Terakhir kejadian Maret 2019 lalu saat anak kedua berusia enam bulan. Suhu badan terus-terusan diatas 38,5 derajat celsius. Suhu badan kembali normal hanya bila meminum obat penurun panas. Setelah pengaruh obat hilang, suhu badan kembali meningkat tajam.

Anehnya, anak saya masih terlihat lincah bermain. Tidak rewel. Waktu tidur, ia tidur lelap. Makan makanan pendamping ASI juga masih lahap. Namun, setiap beberapa jam suhu badan meningkat. Bahkan pernah hingga 39,9 derajat celsius, membuat saya dan suami dag dig dug der.

Waktu itu ada teman yang mengatakan, mungkin anak saya mau tumbuh gigi. Sehingga, ia demam tanpa sebab. Namun saat gusi di cek, tidak ada tanda-tanda mau tumbuh gigi. Ada juga teman lain yang mengatakan, mungkin karena efek imunisasi. Dua hari sebelumnya bayi saya memang diimunisasi DPT, difteri, pertusis dan tetanus.

Namun saya berpikir, masa iya baru panas dua hari kemudian. Saat hari pertama diimunisasi tidak panas, begitu juga esok harinya. Saya dan suami juga ragu anak demam akibat imunisasi, sebab dua kali imunisasi DPT sebelumnya si bayi tidak pernah demam. Suhu badan normal-normal saja.

Efek cemas, esok harinya akhirnya si bayi kami bawa ke IGD salah satu rumah sakit. Teman dan keluarga sempat ikutan panik, kok sampai dibawa ke IGD, memang kondisinya separah itu ya? Hehe kondisinya sebenarnya biasa saja. Hanya saja karena waktu itu hari minggu, apalagi masih belum tepat pukul 07:00, jadi harus dibawa ke IGD, diperiksa dokter jaga. Sebab, tidak ada dokter anak yang praktek.

Jangan Menyepelekan

Setelah diperiksa dan memberikan informasi yang dibutuhkan untuk diagnosis, dokter mengatakan bayi saya kemungkinan besar panas tinggi karena efek imunisasi. Beliau mengatakan, besok juga paling sudah tidak akan panas lagi. Imunisasi DPT terkadang memang menyebabkan demam. Panas tingginya juga terkadang tidak langsung usai imunisasi, tetapi beberapa hari kemudian, tergantung kondisi setiap anak.

Namun untuk lebih memastikan, kami meminta cek darah. Secara tersirat dokter tersebut sebenarnya mengatakan tidak perlu melakukan cek darah. Namun karena kami terlihat sedikit memaksa, akhirnya dilakukan juga cek darah. Sesuai dengan prediksi sang dokter, hasil cek darah dinyatakan baik. Semua normal.  

Kami akhirnya pulang. Tidak diberi obat atau apapun. Hanya diminta memberi obat penurun panas bila anak saya kembali demam. Kebetulan obat penurun panas sudah diberikan dokter yang mengimunisasi anak saya sebelumnya. Dan, sesuai prediksi dokter, esok harinya suhu badan anak saya kembali normal. Tidak lagi panas tinggi. Ia demam memang karena efek imunisasi.

Saat kedua anak saya panas tinggi tanpa sebab, saya dan suami memang selalu “memaksa” dokter untuk merekomendasikan cek darah. Alasannya, khawatir ada penyakit yang tidak terdeteksi bila hanya diperiksa seperti biasa. Bukan takut berlebihan, hanya berjaga-jaga menghindari hal yang tidak diinginkan.

Dulu soalnya ada anak tetangga yang terkena DBD. Bayi tersebut meninggal karena terlambat ditangani. Si orang tua bilang tidak terlihat gejala DBD saat si anak sakit. Saat awal demam, gejala DBD belum terlihat. Apalagi setelah diberi obat dari dokter di sebuah klinik, demam si anak sempat turun selama beberapa hari. Suhu badan kembali normal.

Sehingga, saat si bayi kembali panas, tetangga saya itu hanya memberikan obat penurun panas, tidak buru-buru dibawa ke rumah sakit seperti yang disarankan dokter klinik. Si orangtua berpikir, ah paling panas biasa. Setelah diberi obat dari dokter itu akan sembuh kembali. Panas tinggi tersebut mungkin karena si bayi mau tumbuh gigi, atau mau “pintar” yang lain.

Cerita yang hampir sama dialami oleh salah satu teman. Anak semata wayangnya tiba-tiba demam tinggi tanpa sebab. Saat diperiksa ke salah satu rumah sakit, tidak terdeteksi secara pasti terkena penyakit apa. Ia curiga anaknya terkena DBD, tetapi saat cek darah tidak ada indikasi sang buah hati terkena DBD.

Namun karena khawatir ia meminta si bayi dirawat inap. Setelah diopname selama beberapa hari, si bayi diperbolehkan pulang. Anehnya setelah kembali pulang ke rumah, si bayi kembali panas tinggi. Khawatir dengan kondisi si buah hati, teman saya buru-buru kembali membawa si bayi ke rumah sakit. Kali ini teman saya itu meminta tes urin. Setelah tes urin, baru ketahuan ternyata si bayi terkena tipes.

Jangan Panik

Meski tidak boleh menyepelekan demam si buah hati, kita dilarang panik saat si buah hati mengalami panas tinggi. Meski hati dan pikiran kacau karena khawatir, kita harus tetap tenang. Bila si buah hati masih dibawah dua tahun, beri ASI banyak-banyak. Bila sudah diatas dua tahun, beri air putih. Tujuannya agar si kecil tidak dehidrasi. Selain itu juga agar suhu badan lebih cepat normal.

Bila si kecil terlihat tidak nyaman, bisa dibantu dengan memberikan obat penurun panas. Namun agar dosisnya tepat harus dikonsultasikan dulu dengan dokter. Biasanya sejak dari usia dua bulan bayi sudah diresepkan obat penurun panas. Saat diimunisasi DPT pertama kali. Namun biasanya hanya diresepkan saja, untuk jaga-jaga khawatir demam. Bila tidak, tidak diminumkan.

Terkadang demam disebabkan hal sepele. Bisa karena bayi terlalu letih beraktivitas, atau akan tumbuh gigi. Bisa juga efek imunisasi seperti yang bayi saya alami. Beberapa juga panas tinggi karena akan terjangkit flu/batu/pilek. Atau terkena infeksi karena si bayi memasukan benda tidak steril ke dalam mulut. Anak pertama saya pernah mengalami ini. Kebetulan juga saat itu imun tubuhnya sedang tidak baik.

Anak bayi memang lebih rentan terkena demam, suhu badan diatas 38 derajat celsius. Oleh karena itu, harus siap sedia termometer di rumah untuk memudahkan mengukur suhu badan. Selain itu, bila anak panas tinggi segera saja di bawa ke dokter. Terlebih bila usia anak masih dibawah tiga bulan, atau tiba-tiba panas tanpa sebab. Kecuali bila memang dari awal sudah tahu penyebab mengapa demam terjadi. Misalkan karena imunisasi atau batuk/pilek.

Saat batuk atau pilek pun biasanya kedua anak saya, saat masih bayi, cepat dibawa ke dokter. Bukan berlebihan. Namun saat pilek bayi biasanya menjadi lebih rewel dan sulit makan. Terlebih mereka tidak bisa mengeluarkan (maaf) ingus sendiri. Dibanding nanti semakin parah. Mau beli obat sendiri di apotek khawatir nanti dosis yang diberikan tidak sesuai.

Kalau sudah parah repot. Nanti malah merembet ke mana-mana. Terlebih bila terkena batuk. Bisa semalaman tidak bisa tidur. Ujung-ujungnya waktu istirahat anak menjadi tidak optimal. Sistem imun anak juga jadinya kurang maksimal, sehingga mudah tertular penyakit lain. Terlebih bila tidak diasuh sendiri. Pengalaman saat anak pertama dulu.

Ah, semoga buah hati kita selalu sehat. Amien! (*)

2 comments on “Anak Demam? Tetap Waspada! Namun, Jangan Panik

    1. Iyess, kalau punya bayi termometer adalah barang yang wajib punya. Sangat bermanfaat untuk memastikan suhu tubuh bayi. Terimakasih banyak sudah berkenan berkunjung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *