Cucum Suminar

Lifestyle, Parenting & Travelling Blog

Batam, Toleransi dan Budaya yang Beragam

Batam, Kepulauan Riau, merupakan salah satu kota yang memiliki keberagaman budaya. Hampir semua suku di Indonesia tinggal di kota yang terdiri dari beberapa pulau kecil ini. Tak hanya suku-suku dari daerah yang memang sudah terkenal hobi merantau, seperti Jawa, Minangkabau dan Batak, namun juga suku yang konon lebih suka tumbuh dan berkembang di daerah asalnya sendiri, Sunda.

Itu makanya tak heran, Batam sudah seperti miniatur Indonesia. Banyak para perantau yang merasa, tinggal di Batam itu seperti tinggal di kampung halaman sendiri. Selain komunitas setiap suku lumayan banyak, bahkan sudah memiliki paguyuban masing-masing, kuliner-kuliner khas setiap daerah juga mudah didapat.

Tak perlu pergi ke restoran besar yang memasang plang sebagai restoran khusus dari suatu daerah di Indonesia, datang ke kedai-kedai kecil juga sudah banyak yang menawarkan makanan dari berbagai kota di Indonesia. Uniknya, rasa yang ditawarkan sama persis dengan rasa yang kita cicip di kampung halaman.

Bagaimana rasanya tidak mirip, yang memasak adalah warga asli dari daerah tersebut. Dengan bahan-bahan yang sama yang biasa digunakan oleh warga asli untuk memasak. Meski mungkin untuk makanan tertentu harga yang dipatok lebih tinggi, terutama yang berbahan dasar sayuran.

Rumah Ibadah Berdiri Berdampingan

Para pendatang tersebut terdiri dari berbagai agama. Tak hanya Islam, namun juga agama-agama lain yang ada di Indonesia. Itu makanya tak heran bila berkunjung ke Batam, akan ditemukan deretan rumah ibadah yang berdekatan. Gereja bisa bersebelahan dengan masjid, atau hanya berjarak beberapa ratus meter. Demikian juga dengan vihara, jaraknya bisa sangat dekat dengan masjid dan gereja.

Rumah-rumah ibadah tersebut tak hanya terpusat di satu tempat, namun juga sudah menyusup ke pemukiman-pemukiman penduduk. Terlebih di Batam tidak ada sentralisasi pemukiman penduduk untuk suku dan agama tertentu. Semua berbaur, sehingga rumah ibadah pun tersebar di setiap pemukiman.

Sekitar daerah tempat saya tinggal, ada banyak masjid dan gereja yang berdiri berdampingan kurang dari 300 meter, baik yang didalam pemukiman penduduk, maupun yang ada di sepanjang jalan utama. Begitupula dengan klenteng, meski memang tidak sebanyak masjid dan gereja. Namun masyarakat yang tinggal, tidak sekalipun bergesekan. Masing-masing saling menghormati ibadah dari agama masing-masing.

Terlebih, meski berbeda agama kami tinggal di satu kawasan. Alih-alih mengedepankan ego dari masing-masing agama, kami lebih memilih saling menghormati. Terlebih mereka adalah tetangga, yang sudah seharusnya kita perlakukan dengan baik, apapun latar belakang budaya dan agama mereka.

Faktor Industri dan Lokasi Kota

Perubahan Batam dari kota pesisir menjadi kota industri cukup banyak mempengaruhi keberagaman budaya. Meski budaya Melayu tetap kental, namun budaya-budaya dari daerah lain juga turut mempercantik kota yang bila dilihat selintas mirip dengan bentuk kalajengking ini.

Salah satu pelabuhan internasional di Batam. Dokumentasi Pribadi

Apalagi saat awal-awal dikembangkan oleh Otorita Batam/Badan Pengusahaan (BP) Batam pada awal 1970-an, sumber daya manusia di Batam tidak mencukupi, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas. Dulu Batam nyaris seperti pulau kosong tanpa penghuni. Hanya beberapa titik yang didiami oleh para penduduk.

Alhasil, kesempatan kerja yang lumayan tinggi, tanpa diiringi dengan SDM yang cukup, membuat Batam diserbu para pendatang dari berbagai kota. Mereka datang dari berbagai latar belakang, namun tentu saja dengan satu tujuan, ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik di tanah seberang.

Itu makanya suku, ras, dan agama tidak pernah menjadi isu utama yang menjadikan friksi antar penduduk. Sama-sama berstatus pendatang, mayoritas penduduk Kota Batam justru bahu membahu menjadikan kota yang mereka diami menjadi kota yang aman dan nyaman untuk ditinggali. Mereka lebih mengedepankan rasa saling hormat menghormati.

Lokasi Batam yang berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia juga menjadikan penduduk kota ini sangat toleran. Banyak para wisatawan mancanegara yang menghabiskan waktu di Batam hampir setiap akhir pekan, membuat para penduduk lebih bisa menerima perbedaan.

Terlebih kehadiran para pelancong asing tersebut juga membuka kesempatan kerja baru, khususnya di bidang pariwisata yang menjadi salah satu unggulan Kota Batam. Sehingga, alih-alih memperuncing perbedaan dan memusuhi suku dan bangsa yang berbeda, lebih baik justru dimanfaatkan untuk kemaslahatan seluruh warga.

Lagipula hidup itu lebih indah berwarna-warni kan? Dibandingkan hanya terdiri dari satu warna? Salam Toleransi!(*)

2 comments on “Batam, Toleransi dan Budaya yang Beragam

Leave a Reply to Sri Subekti Astadi Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *